Minggu, 15 Oktober 2023

KEAJAIBAN SEPOTONG ROTI

Tema/Nilai : Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlah Mulia

Oleh : Asih Asundari, S.Pd.,Gr

            Alkisah ini bermula tentang seorang anak laki-laki bernama Wahab. Ia telah ditinggal ayahnya sejak berumur 7 tahun. Ia seorang anak pertama yang mempunyai sepasang adik laki-laki dan perempuan yang masih kecil-kecil. Ia dibesarkan dalam keadaan ekonomi keluarga yang serba kekurangan. Sewaktu masih hidup, ayahnya tidak mempunyai pekerjaan tetap dan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Terkadang ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan, tetapi saat sepi pekerjaan ayahnya juga membantu para pedagang berjualan di pasar. Meskipun bukan seorang yang kaya raya, ayahnya dikenal sebagai seseorang yang suka memberi, rajin menolong, bersikap jujur dan bertanggung jawab. Ayahnya selalu mengajarkan kepada Wahab dan adik-adiknya untuk selalu ingat berbagi dan bersedekah walau dalam keadaan sulit sekalipun. 

Ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Walaupun ayahnya wafat dengan tidak meninggalkan harta warisan sepeserpun, ibunya tetap bersyukur karena masih memiliki Wahab yang telah tumbuh menjadi anak yang mewarisi sifat-sifat ayahnya. Wahab tumbuh menjadi pribadi yang baik, ia sangat mengayomi dan menyayangi adik-adiknya. Semenjak ayahnya meninggal, Wahab ikut membantu perekonomian keluarga dengan menggantikan pekerjaan ayahnya sebagai kuli di pasar, sedangkan ibunya mulai bekerja sebagai tukang cuci dari rumah ke rumah.

Saat musim kemarau tiba, seluruh warga sekitar yang kebanyakan petani mengalami gagal panen. Aktivitas jual beli di pasarpun menurun. Hal ini tentunya juga berimbas pada keadaan keluarga Wahab. Banyak warga yang menolak untuk memperkerjakan ibunya karena tidak mempunyai uang maupun hasil kebun untuk diberikan sebagai upah. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah lama ibunya tidak bekerja dan kini menderita sakit yang tak kunjung sembuh. Uang persediaan merekapun habis untuk biaya berobat. Wahab juga sudah tidak turun ke pasar karena harus merawat ibunya. Di rumah mereka tak terdapat makanan sedikitpun, tidak ada beras untuk dimasak dan tak ada tanaman yang bisa mereka petik. Akhirnya karena tidak ada persediaan makanan, hari itu Wahab memutuskan untuk mengambil upahan ke pasar.

Pagi itu Wahab berangkat ke pasar dalam keadaan menahan lapar, ia memutuskan untuk berpuasa. Ia tidak tega melihat keadaan Ibunya yang sakit dan adik-adiknya yang terus-terusan menangis karena kelaparan. Sesampainya di pasar, hatinya sangat sedih. Banyak yang menolak jasanya karena sepinya pembeli. Namun, Wahab tetap bersabar dan terus berdoa dalam hati sambil menelusuri lorong demi lorong pasar berharap ada yang mau menerima jasanya.

Hari sudah menjelang siang, dalam keadaan haus ia berjalan menunduk dan sudah mulai tidak bersemangat lagi. Sesampainya di blok paling ujung ada seorang pedagang wanita tua yang memanggilnya. Wahab merasa sangat senang sekali akhirnya ada pekerjaan untuknya. Wanita tua itu ingin segera pulang dan menutup dagangannya. Ia meminta bantuan Wahab untuk menolong berkemas merapikan daganganya. Namun wanita tua itu tak bisa membayar lebih karena jualannya pun sepi pembeli. Wanita tua itu hanya bisa memberi Wahab bayaran berupa sepotong roti. Walaupun begitu, Wahab tetap bersyukur dan menerima pekerjaan itu dengan senang hati dan menyelesaikan pekerjaannya dengan ikhlas.

Menjelang waktu zuhur, Wahab mampir untuk sholat di masjid dekat pasar. Segera ia berwudhu dan membersihkan dirinya. Ia pun sholat berjamaah dan berdiri mengambil shaf paling depan karena ia selalu teringat dengan pesan-pesan ayahnya. Setelah sholat selesai, Wahab berdoa agak lama, dia tak henti-hentinya bersyukur kepada Allah atas rezekinya hari ini. Ketika keadaan sudah sepi ia mendengar isak tangis seorang jamaah yang berada paling ujung. Dilihatnya ada seorang bapak-bapak paruh baya dengan pakaian yang lusuh sedang berdoa sambil menangis. Wahab tidak tega melihatnya, ia datang menghampiri dan menanyakan keadaan bapak tersebut.

Bapak tua tersebut merupakan seorang pengemis yang sudah dua hari tidak makan. Ia merasa malu karena sudah tua dan tidak berdaya untuk bekerja, sehingga mengemis adalah salah satu jalannya untuk mencari makan. Wahab merasa sangat terenyuh dengan bapak tua tersebut. Dia pun merogoh roti dalam saku celananya dan menimang-nimang roti yang berada ditangannya. Dia ingin memberikan roti tersebut kepada sang pengemis tetapi disisi lain dia juga mempunyai ibu yang sedang sakit dan adik-adik yang kelaparan. Akhirnya setelah berpikir panjang, dia memutuskan untuk memberikan roti tersebut kepada bapak pengemis. 

            Wahab memutuskan untuk kembali ke pasar dan mencari pekerjaan. Hari menjelang sore. Wahab pun tak kunjung memperoleh pekerjaan. Dia pun duduk termenung di sebuah pohon sambil menitikkan air mata seraya berdoa kepada Allah semoga bisa membawa pulang sedikit makanan untuk ibu dan adik-adiknya.

            Tiba-tiba, datanglah seorang teman yang mencarinya. Temannya mengatakan bahwa di rumah Wahab telah kedatangan tamu jauh dari kota yang membawa berkarung-karung makanan. Wahab tak percaya. Tapi ia memilih untuk segera bergegas pulang ke rumah. Ternyata benar, tamu tersebut adalah seorang saudagar yang pernah di tolong ayahnya yang sudah pindah dan sukses di kota. Saudagar tersebut membalas kebaikan ayahnya semasa masih hidup dengan membawakan berkarung-karung makanan dan sejumlah uang.

            Wahabpun segera bersujud syukur dan menangis terharu atas pertolongan dan kasih sayang Allah kepada keluarganya. Dia tak menyangka kebaikan yang pernah dilakukan ayahnya sangat membantu kehidupan mereka. Wahab sangat percaya pada kekuasaan Allah yang Maha Memberi pada saat yang tepat. 

Pesan Moral :

Allah memiliki sifat Al-Wahhab yang artinya Maha Memberi pada semua makhluk-Nya. Mintalah segala sesuatu hanya kepada Allah. Insya Allah, Allah akan memberi sesuai dengan apa yang kita butuhkan karena Allah Maha Mengetahui. Dan jangan lupa untuk berbuat baiklah walau dalam keadaan sulit sekalipun. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar