Tema/Nilai : Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlah Mulia
Oleh : Asih Asundari, S.Pd.,Gr
Alkisah ini bermula tentang seorang anak laki-laki bernama Wahab. Ia telah ditinggal ayahnya sejak berumur 7 tahun. Ia seorang anak pertama yang mempunyai sepasang adik laki-laki dan perempuan yang masih kecil-kecil. Ia dibesarkan dalam keadaan ekonomi keluarga yang serba kekurangan. Sewaktu masih hidup, ayahnya tidak mempunyai pekerjaan tetap dan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Terkadang ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan, tetapi saat sepi pekerjaan ayahnya juga membantu para pedagang berjualan di pasar. Meskipun bukan seorang yang kaya raya, ayahnya dikenal sebagai seseorang yang suka memberi, rajin menolong, bersikap jujur dan bertanggung jawab. Ayahnya selalu mengajarkan kepada Wahab dan adik-adiknya untuk selalu ingat berbagi dan bersedekah walau dalam keadaan sulit sekalipun.
Ibarat buah jatuh tak jauh dari
pohonnya. Walaupun ayahnya wafat dengan tidak meninggalkan harta warisan
sepeserpun, ibunya tetap bersyukur karena masih memiliki Wahab yang telah tumbuh
menjadi anak yang mewarisi sifat-sifat ayahnya. Wahab tumbuh menjadi pribadi
yang baik, ia sangat mengayomi dan menyayangi adik-adiknya. Semenjak ayahnya
meninggal, Wahab ikut membantu perekonomian keluarga dengan menggantikan
pekerjaan ayahnya sebagai kuli di pasar, sedangkan ibunya mulai bekerja sebagai
tukang cuci dari rumah ke rumah.
Saat musim kemarau tiba, seluruh warga
sekitar yang kebanyakan petani mengalami gagal panen. Aktivitas jual beli di
pasarpun menurun. Hal ini tentunya juga berimbas pada keadaan keluarga Wahab.
Banyak warga yang menolak untuk memperkerjakan ibunya karena tidak mempunyai
uang maupun hasil kebun untuk diberikan sebagai upah. Sudah jatuh tertimpa
tangga pula. Sudah lama ibunya tidak bekerja dan kini menderita sakit yang tak
kunjung sembuh. Uang persediaan merekapun habis untuk biaya berobat. Wahab juga
sudah tidak turun ke pasar karena harus merawat ibunya. Di rumah mereka tak
terdapat makanan sedikitpun, tidak ada beras untuk dimasak dan tak ada tanaman
yang bisa mereka petik. Akhirnya karena tidak ada persediaan makanan, hari itu
Wahab memutuskan untuk mengambil upahan ke pasar.
Pagi itu Wahab berangkat ke pasar dalam
keadaan menahan lapar, ia memutuskan untuk berpuasa. Ia tidak tega melihat
keadaan Ibunya yang sakit dan adik-adiknya yang terus-terusan menangis karena
kelaparan. Sesampainya di pasar, hatinya sangat sedih. Banyak yang menolak
jasanya karena sepinya pembeli. Namun, Wahab tetap bersabar dan terus berdoa dalam
hati sambil menelusuri lorong demi lorong pasar berharap ada yang mau menerima
jasanya.
Hari sudah menjelang siang, dalam
keadaan haus ia berjalan menunduk dan sudah mulai tidak bersemangat lagi.
Sesampainya di blok paling ujung ada seorang pedagang wanita tua yang
memanggilnya. Wahab merasa sangat senang sekali akhirnya ada pekerjaan untuknya.
Wanita tua itu ingin segera pulang dan menutup dagangannya. Ia meminta bantuan
Wahab untuk menolong berkemas merapikan daganganya. Namun wanita tua itu tak
bisa membayar lebih karena jualannya pun sepi pembeli. Wanita tua itu hanya
bisa memberi Wahab bayaran berupa sepotong roti. Walaupun begitu, Wahab tetap
bersyukur dan menerima pekerjaan itu dengan senang hati dan menyelesaikan
pekerjaannya dengan ikhlas.
Menjelang waktu zuhur, Wahab mampir
untuk sholat di masjid dekat pasar. Segera ia berwudhu dan membersihkan
dirinya. Ia pun sholat berjamaah dan berdiri mengambil shaf paling depan karena
ia selalu teringat dengan pesan-pesan ayahnya. Setelah sholat selesai, Wahab
berdoa agak lama, dia tak henti-hentinya bersyukur kepada Allah atas rezekinya
hari ini. Ketika keadaan sudah sepi ia mendengar isak tangis seorang jamaah
yang berada paling ujung. Dilihatnya ada seorang bapak-bapak paruh baya dengan
pakaian yang lusuh sedang berdoa sambil menangis. Wahab tidak tega melihatnya,
ia datang menghampiri dan menanyakan keadaan bapak tersebut.
Bapak tua tersebut merupakan seorang
pengemis yang sudah dua hari tidak makan. Ia merasa malu karena sudah tua dan
tidak berdaya untuk bekerja, sehingga mengemis adalah salah satu jalannya untuk
mencari makan. Wahab merasa sangat terenyuh dengan bapak tua tersebut. Dia pun
merogoh roti dalam saku celananya dan menimang-nimang roti yang berada
ditangannya. Dia ingin memberikan roti tersebut kepada sang pengemis tetapi
disisi lain dia juga mempunyai ibu yang sedang sakit dan adik-adik yang
kelaparan. Akhirnya setelah berpikir panjang, dia memutuskan untuk memberikan
roti tersebut kepada bapak pengemis.
Wahab
memutuskan untuk kembali ke pasar dan mencari pekerjaan. Hari menjelang sore.
Wahab pun tak kunjung memperoleh pekerjaan. Dia pun duduk termenung di sebuah
pohon sambil menitikkan air mata seraya berdoa kepada Allah semoga bisa membawa
pulang sedikit makanan untuk ibu dan adik-adiknya.
Tiba-tiba,
datanglah seorang teman yang mencarinya. Temannya mengatakan bahwa di rumah
Wahab telah kedatangan tamu jauh dari kota yang membawa berkarung-karung
makanan. Wahab tak percaya. Tapi ia memilih untuk segera bergegas pulang ke
rumah. Ternyata benar, tamu tersebut adalah seorang saudagar yang pernah di
tolong ayahnya yang sudah pindah dan sukses di kota. Saudagar tersebut membalas
kebaikan ayahnya semasa masih hidup dengan membawakan berkarung-karung makanan
dan sejumlah uang.
Wahabpun segera bersujud syukur dan menangis terharu atas pertolongan dan kasih sayang Allah kepada keluarganya. Dia tak menyangka kebaikan yang pernah dilakukan ayahnya sangat membantu kehidupan mereka. Wahab sangat percaya pada kekuasaan Allah yang Maha Memberi pada saat yang tepat.
Pesan Moral :
Allah memiliki sifat Al-Wahhab yang artinya Maha Memberi pada semua makhluk-Nya. Mintalah segala sesuatu hanya kepada Allah. Insya Allah, Allah akan memberi sesuai dengan apa yang kita butuhkan karena Allah Maha Mengetahui. Dan jangan lupa untuk berbuat baiklah walau dalam keadaan sulit sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar