Disclaimer : Hanya sebuah opini, tanpa disadari bahwa proses pengajaran dan pendidikan di Indonesia hakikatnya sudah ada P5 dari dulu. Sejatinya pembelajaran karakter profil Pancasila ada di setiap pembelajaran. Sekarang dengan gencarnya pendidikan karakter, pemerintah sudah sangat baik mengimplementasikan dan mengemasnya kembali dalam Kurikulum Merdeka. Hadir dalam bentuk projek penguatan yang dilandasi modul agar terlihat aksi nyata yang lebih terukur, P5 diharapkan dapat menjawab semua tantangan permasalahan pendidikan di era digital.
Oleh : Asih Asundari, S.Pd.,Gr
Unit Kerja SDN 13 Singkawang
Tantangan dunia di abad 21 telah membawa kita
berada dalam era digital. Jaman dimana perkembangan teknologi sudah semakin
pesat dan menuntut guru untuk segera melek informasi dan digital. Informasi apapun
kini sangat mudah sekali untuk diakses bahkan hanya dalam satu sentuhan jari
dan oleh siapa saja. Bahkan jauh sebelum jaman era digital ini hadir Rasulullah
SAW sudah bersabda :”Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka
hidup di zaman mereka bukan di zamanmu”(H.R. Ali Bin Abi Thalib). Ini
dimaksudkan agar guru selaku pendidik dapat selalu mengikuti perkembangan zaman
dengan menguasai teknologi dalam pembelajaran di era digital. Oleh karena itu,
lahir dan tumbuh berkembang di era digital seperti sekarang mengharuskan kita
untuk mau tidak mau, bisa atau tidak bisa, mewajibkan seorang guru untuk memiliki
kecapakan teknologi yang memadai. Guru sebagai ujung tombak peradaban dalam
dunia pendidikan tentu sudah seyogyanya harus dapat melek informasi dan digital.
Karena kehadiran seorang guru dibagian terdepan berperan penting sebagai
perisai ahklak dan perilaku peserta didik dalam mengelola informasi dan teknologi
yang kini berada dalam genggamannya. Dengan perisai tersebut menjadikan anak
didik kita tidak mudah terjerumus oleh hal-hal negatif dan dikendalikan oleh
perkembangan zaman, justru anak didik kitalah yang mengendalikan perkembangan
zaman dengan hal-hal yang positif. Lantas, sudahkah kita benar-benar memasuki
pembelajaran era digital? Dan apakah kita sudah mempersiapkan diri untuk
memasuki pembelajaran era digital tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan dan menghadapi tantangan
di era digital, pemerintah sudah memberikan solusi dengan menggalakkan Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam pelaksanaan Implementasi Kurikulum
Merdeka (IKM). Profil Pelajar
Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang
memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan Kemendikbudristek No.56/M/2022, projek penguatan profil pelajar
Pancasila merupakan kegiatan kurikuler berbasis projek yang dirancang untuk
menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan profil
pelajar Pancasila yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan.
Dalam kesempatan
ini saya akan berbagi praktik baik mengenai penerapan aspek Profil Pelajar Pancasila dalam pembelajaran yang sudah pernah saya lakukan. Walaupun
di sekolah tempat saya bertugas yakni SDN 13 Singkawang belum menerapkan
kurikulum merdeka, tapi saya sudah mempersiapkan diri belajar secara mandiri
melalui platform merdeka mengajar (PMM) dengan mencoba mengimplementasikannya ke dalam kurikulum 2013 yang masih kami
jalankan. Berikut ini adalah beberapa projek penguatan profil pelajar Pancasila
yang saya kategorikan berdasarkan dimensi profil pelajar Pancasila.
1. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
& Berakhlak mulia.
Projek yang saya terapkan dikelas dalam rangka
bertujuan untuk menguatkan konsep keimanan, ketakwaan peserta didik kepada
Tuhan YME serta menanamkan nilai-nilai karakter pancasila yang berakhlak mulia
ialah dengan melakukan pembiasaan berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran,
melaksanakan sholat dhuha dan sholat zuhur rutin berjamaah dengan absensi
kehadiran, pembacaan surah yasin setiap pagi jumat sebelum senam pagi, serta
hafalan surah-surah pendek menggunakan buku saku bagi peserta didik kelas 4 C
yang saya bimbing. Kegiatan ini sudah berlangsung semenjak awal bulan juli 2022
semester 1 tahun ajaran 2022/2023. Projek pada dimensi ini tidak hanya bergerak
dalam bidang keagamaan melainkan juga bidang kedisiplinan lainnya seperti
program piket kebersihan. Selain piket kelas, saya juga mewajibkan peserta
didik untuk piket membersihkan WC serta halaman depan dan belakang kelas. Saya
selaku koordinator yang ditunjuk Kepala Sekolah untuk membuat jadwal piket WC
untuk seluruh peserta didik SDN 13. Untuk jadwal piket ini saya juga mempunyai
absensi kehadiran jadi bagi peserta didik yang tidak mengerjakan tetap
diberikan sanksi, dengan begitu peserta didik diharapkan belajar bertanggung
jawab sejak dini dengan tugas-tugas yang diberikan.
2. Berkebhinekaan Global
Dalam rangka mewujudkan peserta didik yang
berbudaya, meningkatkan komunikasi interkultural, menjungjung rasa toleransi
antar umat beragama, budaya serta suku yang berbeda-beda, saya melakukan
beberapa upaya salah satunya ialah dengan memasang poster yang bertemakan
Bhineka Tunggal Ika di dalam kelas. Berharap dengan poster yang saya tempel
didinding kelas dapat meningkatkan kecakapan literasi peserta didik. Bahwasannya
dengan melihat dan membaca poster tersebut peserta didik dapat mengerti makna
yang terkandung didalamnya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sejatinya
peran peserta didik sebagai manusia pancasila adalah saling menghormati
perbedaan baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Selain itu
projek yang pernah saya lakukan ialah meminta peserta didik menggambar dan
mewarnai dengan tema Bhinneka Tunggal Ika, menggambar dan mewarnai rumah adat
suku-suku di Indonesia, makan siang bersama di kelas serta kegiatan makan rujak
bersama guru dan peserta didik. Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa
memiliki, menghormati, dan mengenal kebudayaan daerah lainnya, serta
meningkatkan rasa persaudaraan dan kebersamaan yang terjalin antar peserta
didik dan guru saat berbagi makanan saat makan siang bersama.
3. Bergotong Royong
Peserta didik yang memiliki dimensi bergotong
royong artinya peserta didik yang
mampu berkolaborasi dengan orang lain, menjalin kerjasama yang baik, cakap
berkomunikasi, memiliki rasa kepedulian dan tanggap terhadap situasi dan
lingkungan, serta mempunyai rasa berbagi. Projek yang sudah saya lakukan dalam
upaya mewujudkan sikap gotong royong pada setiap peserta didik adalah membagi
mereka dalam tugas kelompok pada pembelajaran di kelas.
Salah satunya adalah praktikum pembelajaran
matematika dalam materi pembelajaran segi banyak. Dalam kegiatan tersebut peserta
didik bekerjasama memecahkan persoalan dalam menemukan bangun segi banyak dari
beberapa stik ice cream. Mereka belajar mengaitkan konsep matematika yang telah
dipelajari dan menggunakannya dalam memecahkan persoalan dalam LKPD (Lembar
Kerja Peserta Didik). Dengan pembelajaran kelompok peserta didik diharapkan
bisa bekerjasama dan berkomunikasi dengan baik, serta bisa saling berbagi pengetahuan
dan ide dalam memecahkan masalah. Dengan terus berusaha menerapkan P5 dalam
pembelajaran maka tujuan pembelajaran dapat diraih sekaligus memberikan
penguatan profil pelajar Pancasila kepada peserta didik.
4. Mandiri
Kemampuan peserta didik yang dapat
dikembangkan pada dimensi mandiri ialah mempunyai prakarsa atas pengembangan
diri dan prestasi, mengenali kekuatan serta keterbatasan dirinya, bertanggung
jawab atas proses dan hasil, mempunyai inisiatif mampu bekerja secara mandiri
dan tidak mudah bergantung pada orang lain, serta memiliki rasa percaya diri
dan adaptif. Projek yang saya lakukan dalam rangka mewujudkan peserta didik
yang berdimensi mandiri adalah pembuatan telur asin.
Projek ini dipilih dengan mempertimbangkan
kearifan lokal dari beberapa orang tua/wali peserta didik yang memelihara
bebek. Peserta didik dilibatkan mulai dari mencari telur bebek, mengolah hingga
mengemas dan memasarkannya. Saya mengajarkan kepada peserta didik bahwa kita
tidak selamanya berperan sebagai konsumen, melainkan juga bisa berperan sebagai
produsen dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada disekitar kita. Kita
harus bisa mandiri secara ekonomi dengan belajar berwirausaha. Saya sebagai
guru memfalisitasi bagaimana cara mengolah telur bebek menjadi telur asin, dan
mengemasnya dengan bagus dan rapi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.
Dengan projek ini peserta didik bertanggungjawab mulai dari proses hingga
hasilnya. Sehingga sebagian dari telur asin yang diproduksi bisa dijual dan
dimakan bersama di dalam kelas.
5. Bernalar Kritis
Seorang peserta didik dikatakan memiliki
dimensi bernalar kritis artinya peserta didik tersebut mampu memproses
informasi dan mengevaluasinya hingga menghasilkan keputusan atau solusi yang
tepat dari berbagai persoalan yang dihadapinya. Peserta didik mampu menyaring informasi,
mengolahnya, mencari keterkaitan berbagai informasi, menganalisa serta membuat
kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Projek yang saya lakukan bersama peserta
didik adalah praktikum uji coba tanaman dengan memberikan perlakukan beberapa
tetes pewarna pada tanaman yang masing-masing dibawa oleh peserta didik. Tujuan
pembelajaran pada projek ini ialah mengamati fungsi batang tanaman dan membuat
kesimpulan. Projek ini dilakukan oleh masing-masing peserta didik pada gelas
yang telah diberi nama. Dengan projek ini diharapkan dapat melatih kemampuan
bernalar kritis dalam menyusun kesimpulan tentang fungsi batang tanaman dengan
mengamati hasil percobaan yang mereka lakukan.
6. Kreatif
Peserta didik
yang berdimensi kreatif artinya peserta didik mampu memodifikasi dan
menghasilkan suatu karya yang orisinil, bermakna, bermanfaat, dan mencari alternatif
solusi dari permasalahan yang dihadapi. Kegiatan yang pernah saya lakukan dalam
membimbing peserta didik hingga menghasilkan sebuah karya adalah praktikum
membuat kincir angin dan karya kolase serta mozaik. Praktikum pembuatan kincir
angin ini selaras dengan pembelajaran tematik dalam materi pembangkit listrik
tenaga angin/bayu. Peserta didik mendapatkan pengalaman belajar langsung dalam
membuat kincir angin dan mempraktekan hasil karyanya.
Selanjutnya praktikum pembuatan karya kolase dan mozaik yang merupakan salah satu pembelajaran dari SBDP. Peserta didik membuat kolase ataupun mozaik langsung dalam kelas berdasarkan bahan yang mereka pilih yang terdapat di rumah mereka. Ada yang membawa biji-bijian, daun kering maupun kertas origami yang di lem dan disusun di atas media gambar yang sudah berpola. Peserta didik yang berperan dari awal hingga akhir. Peserta didik yang berperan aktif menentukan sendiri gambar apa yang hendak mereka buat, membuat pola serta memilih bahan yang sesuai dengan keinginan mereka.
Dalam upaya membentengi prilaku peserta didik
dalam menghadapi perkembangan teknologi di era digital, sudah sepantasnya guru
sebagai ujung tombak peradaban memfasilitasi peserta didik dengan terus
berupaya menumbuhkan profil pelajar Pancasila ini. Profil pelajar Pancasila ini
tidak hanya diajarkan dalam muatan pelajaran PPKN saja melainkan terintegrasi
pada semua muatan pelajaran. Demi mewujudkan profil pelajar Pancasila ini
dibutuhkan seorang guru yang adekuat. Guru yang mampu menghadapi segala
tantangan zaman dan selalu berupaya berinovasi dalam menciptakan pembelajaran
yang terintegrasi dengan dimensi profil pelajar Pancasila. Tentunya
pembelajaran yang terintegrasi dengan dimensi profil pelajar Pancasila tidak
hanya diberikan dalam sekali pembelajaran saja, melainkan secara konsisten agar
melekat dalam keseharian peserta didik.
Dengan tumbuhnya sikap profil pelajar
Pancasila dalam diri peserta didik, maka seorang peserta didik sudah dapat
mengenali identitas dirinya dan mempunyai jati diri yang kuat. Sehingga mereka dapat
menyaring segala informasi dan teknologi yang masuk tanpa terpengaruh oleh
budaya asing.
Wahai guru Indonesia, marilah kita tingkatkan kecapakan teknologi di era digital untuk dapat menyesuaikan dan masuk dalam perkembangan zaman peserta didik kita dengan terus menerus mengintegrasikan P5 dalam pembelajaran di kelas. Untuk tahun depan semoga sekolah kami sudah bisa menjalankan P5 sesuai modul. (Tulisan lama baru posting hehehe )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar